Rabu, 05 Mei 2010

SBY Harus Turun Tangan

SBY Harus Turun Tangan

JAKARTA(SI) – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufiq Kiemas (TK) menyesalkan tindakan tersangka kasus perjudian di Hotel Sultan,Raymond Teddy H,yang menggugat perdata tujuh media.

Dia menyarankan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turun tangan menyelesaikan kasus tersebut. Menurut Taufik,tanpa bermaksud mengintervensi kasus hukum, Presiden bisa memanggil Kapolri JenderalPolBambangHendarsoDanuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk berkoordinasi agar kasus tersebut tidak berlarut-larut. Presiden memang sudah mengimbau agar politisi tidak mengintervensi hukum, tetapi politisi mencampuri kebebasan pers bukan masalah. Tanpa kebebasan pers, tidak ada demokrasi.Taufik mengatakan,apabila turun tangan dalam masalah itu, Presiden tidak intervensi.“Presiden bisa panggil Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditanyakan bagaimana keadaan sebenarnya. Kalau tidak dikoordinasikan, saya khawatir bisa terjadi lagi hal demikian.

Kalau ada untouchable man yang bisa bermain-main. Bukan Raymond yang kuat, tetapi polisi yang lemah,” ucap Taufik saat bertemu perwakilan pimpinan tujuh media di Gedung MPR/DPR,Jakarta,kemarin. Taufik yang didampingi Wakil Ketua MPR Hajrianto Y Thohari kemarin menerima kunjungan Pemred Harian Seputar IndonesiaSururi Alfaruq, Wapemred RCTI Putra Nababan, Wapemred Suara Pembaruan P Christian Mboeyk, Wapemred Detik.com Didik Supriyanto, Redpel Harian KompasBudiman Tanuredjo, dan Asisten Redpel RepublikaSubroto di kantornya. Taufik yang mengaku sudah mempelajari kronologi kasus tersebut menilai ada dugaan kejanggalan dalam proses hukum Raymond yang masih berjalan.

Untuk itu, demi menjaga kebebasan pers, semua pihak termasuk MPR dan khususnya Presiden SBY harus berperan aktif untuk ikut berjuang bersama- sama.“Kalau kebebasan pers saja sudah terancam,MPR juga bisa terancam,Presiden juga bisa terancam. Makanya,kita harus berjuang bersama.MPR tidak bisa membiarkan ini berlanjut,”tegasnya. Kasus ini bermula dari perkara kasus perjudian di Hotel Sultan yang menjadikan Raymond sebagai salah satu tersangka. Setelah berkasnya mondar-mandir dari penyidik Polri-kejaksaan, Raymond akhirnya dibebaskan dari tahanan karena sudah habis masa tahanannya.

Saat di luar tahanan,Raymond kemudian menggugat tujuh media massa nasional ke pengadilan negeri dengan alasan pencemaran nama baik. Raymond merasa nama baiknya tercemar karena pemberitaan tujuh media yang menyebut dirinya sebagai bandar judi pada Oktober 2008.Tujuh media yang digugat adalah Seputar Indonesia, RCTI,Suara Pembaruan,Kompas, Republika,Warta Kota,dan Detik. com.Raymond meminta tujuh media tersebut membayar ganti rugi sebesar USD16 juta.Selain pada media,Raymond juga menggugat Dewan Pers dan Markas Besar Kepolisian Negara RI (Mabes Polri) sebagai tergugat I dan II. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menambahkan,upaya memojokkan pers harus dilawan secara masif oleh semua pihak.

Untuk itu, dia menyarankan agar media juga meminta dukungan kepada masyarakat sipil termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan ormas. Jika itu tidak dilawan, media bisa dituntut oleh siapa pun meski dasar pijakan dalam pemberitaan sudah jelas. “Tuntutan perdata ini merupakan lonceng kematian bagi media. Upaya memojokkan pers harus dilawan secara masif.Media harus kerja sama dan menggalang dukungan untuk melawan upaya-upaya seperti ini,”ungkapnya. Menurut politikus Partai Golkar ini, memerkarakan media baik secara pidana maupun perdata tidak sejalan dengan semangat konstitusi. Dia mengungkapkan, dalam Pasal 28 UUD 1945 secara tegas menjamin kebebasan informasi.

“Menyebarluaskan informasi berdasarkan jumpa pers dan rilis yang resmi sudah sejalan dengan konstitusi,” ungkapnya. Pemred Harian Seputar IndonesiaSururi Alfaruq mengatakan,kasus gugatan terhadap tujuh media oleh Raymond telah membuka mata publik bahwa betapa kuatnya seorang Raymond di hadapan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung. Raymond juga seperti tidak tersentuh hukum meskipun Presiden SBY sudah memberikan pernyataan soal kasus tersebut. “Banyak tokoh yang sudah memberikan pernyataan, bahkan Presiden juga sudah,tetapi tohpernyataan para tokoh itu belum membawa pengaruh sangat signifikan. Untuk itu, kami berharap pimpinan MPR memberikan perhatian agar ini tidak menjadi ancaman yang lebih besar bagi kebebasan pers,”kata Sururi.

Redpel Kompas Budiman Tanuredjo menambahkan,salah satu kejanggalan yang terkuak di pengadilan adalah munculnya rilis Mabes Polri yang berbeda dari rilis yang diterima wartawan terkait penggerebekan perjudian pada Oktober 2008. Dalam rilis yang dimiliki wartawan, kata Budiman, Raymond disebutkan sebagai buron. Tetapi, dua tahun berikutnya saat persidangan perdata muncul di rilis yang berstempel Polri kata “buron”hilang. (rahmat sahid)
_Seputar Indonesia_

1 komentar: