Rabu, 05 Mei 2010

Guru Harus Kembangkan Tradisi Ilmiah


Guru Harus Kembangkan Tradisi Ilmiah


Para guru harus mengembangkan tradisi ilmiah.Tradisi ini dibangun dari tradisi membaca sejak dini dan dimulai dari keluarga. Selain itu, guru juga perlu mengembangkan budaya berpikir.

Guru juga harus membiasakan dan mencontohkan peserta didik untuk menulis. Tradisi ilmiah guru dikembangkan dengan membaca, berpikir, dan menuangkan pikiran dalam bentuk tulisan. Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional (Ka Biro PKLN Kemendiknas) Agus Sartono, mewakili Menteri Pendidikan Nasional, saat membuka Lokakarya Tradisi Ilmiah Guru di Kemendiknas, di Jakarta. “Kita perlu mengembangkan budaya giat belajar untuk mengajar dan belajar sepanjang hayat, mengajar sepanjang zaman. Guru boleh meninggal dunia,namun tulisannya akan terus mengajar hingga kiamat,”kata Agus.

Agus mengungkapkan, tradisi ilmiah di lingkungan guru dan dosen masih rendah. Hal ini, kata dia, dapat dilihat dari indikator karya ilmiah guru.Dia menyebutkan,dari 2,6 juta guru di Indonesia untuk guru golongan IVB hanya 0,87% yangmelakukantradisiilmiah,guru golongan IVC sebanyak 0,07%,dan golongan IVD sebanyak 0,02%. “Persyaratan untuk naik (ke golongan) IVB tidak hanya cukup dengan mengumpulkan angka kredit mengajar saja,tetapi salah satu komponennya menulis karya ilmiah,” ujar Agus. Sementara, kata Agus, jumlah publikasi ilmiah nasional dosen sebanyak 6%,sedangkan publikasi ilmiah internasional dosen 0,2%. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, kata dia, terus mendorong para dosen untuk melakukan penelitian dengan berbagai program.

“Sekarang sedang dipikirkan oleh pemerintah untuk membuat dana abadi pendidikan. Salah satu komponennya adalah untuk riset,”ujarnya. Untuk meningkatkan tradisi ilmiah guru, kata Agus, pemerintah mulai dengan memberikan beasiswa peningkatan kualifikasi S-1 dan D-4. Selain itu, kata dia, dengan tunjangan sertifikasi diharapkan guru-guru lebih giat lagi menulis. “Kalau dia (guru) giat menulis, maka angka kreditnya akan semakin besar. Dia akan naik pangkat dan kualifikasinya akan semakin baik,”katanya. Ketua UNITWIN-UNESCO Johannes Gunawan menyampaikan, salah satu kondisi guru di Indonesia yang memerlukan pengembangan lebih lanjut adalah kemampuan guru pada umumnya yang belum terbiasa dengan tradisi ilmiah atau scientific tradition.

Sebagian besar guru, kata dia,belum memiliki kompetensi dalam penulisan karya ilmiah.“Hal ini terjadi di berbagai bidang, baik tentang substansi keilmuan yang diembannya maupun tentang metode pembelajaran,” katanya. Penyebabnya, kata Johannes, antara lain karena berbagai keterbatasan yang dihadapi guru, baik dalam mengakses informasi melalui perangkat keras untuk melakukan telusur informasi maupun penguasaan metode ilmiah oleh guru. Selain itu,kata dia,masih terdapat kelangkaan berbagai wahana atau pola pengembangan ilmu dan keterampilan guru di mana guru dapat bertukar dan berbagi informasi yang penting bagi peningkatan profesionalismenya.

Johannes mengatakan, UNITWIN-UNESCO,sebagai salah satu UNESCO chair di Indonesia, bertugas mengembangkan hak untuk pendidikan. “Lokakarya ini bertujuan mengeksplorasi berbagai kesempatan dan kemungkinan untuk membangun dan meningkatkan tradisi ilmiah guru di Indonesia,” ujarnya. Program Spesialis Pendidikan Kantor UNESCO Jakarta Anwar Alsaid mengatakan,berdasarkan estimasi Institut Statistik UNESCO, padaperiode2007–2015dibutuhkan sebanyak 10 juta guru yang harus direkrut untuk pendidikan dasar saja. Hal ini, kata dia, merupakan tantangan yang dihadapi oleh banyak negara di dunia.“Untuk menyikapi gap ini, kita tidak hanya melihat pada kebutuhan dan distribusi guru saja, tetapi juga pelatihan, dukungan,dan kondisi kerja untuk guru,”katanya.

Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Arief Rachman menyampaikan, kebiasaan-kebiasaan berpikir ilmiah di antara guru perlu dikembangkan. Caranya,kata dia,dengan secara terus-menerus membuat penelitian dan karya ilmiah. Dia mengatakan, jika di SMA ada kelompok ilmiah remaja,maka perlu ada kelompok ilmiah guru dan kelompok ilmiah dosen.“Ini semua nanti menghasilkan jurnaljurnal yang kaya.Kepala sekolah membuat kelompok-kelompok belajar di antara guru,”katanya. (hermansah)

_Seputar Indonesia_

1 komentar:

  1. kenyataannya memnag sangat jarang ketika seseorang yang mengajar selalu mengembangkan tradisi ilmiah itu sendiri jilbab tangan

    BalasHapus